Rabu, 09 Maret 2011

Kenaikan Harga Kedelai Mengancam Ketahanan Pangan Di Indonesia

PURWOKERTO (KR) - Ratusan pedagang mendoan dan puluhan perajin tempe tahu di Banyumas dan Cilacap mengeluh, lantaran harga kedelai terus naik 3 bulan terakhir ini. Jika dibandingkan dengan harga pembuatan tempe dengan harga penjualan tidak seimbang.
"Kami hanya bertahan untuk mempertahankan usahanya yang sudah berjalan cukup lama," kata Soderi (65) perajin tempe asal Desa Pliken Kembaran Banyumas saat dihubungi KR, Kamis (13/1) kemarin. Soderi menjelaskan sebelum ada kenaikkan, harga kedelai dulunya hanya Rp 4.600/kg. Sedang saat ini harga kedelai sudah menembus Rp 6.200/kg. Dikatakan, kenaikan harga kedelai tersebut berpengaruh terhadap produksi tempe miliknya.
Keluhan senada juga diungkapkan Sarti (50) pedagang mendoan asal Desa Kedungmalang Sumbang. "Harga tempe jadi sekarang sudah mahal. Saya mau menaikkan harga terlalu tinggi serba bingung," ungkap Sarti. Soderi menambahkan, dalam kondisi saat ini ia hanya mampu membeli 45 kg kedelai untuk membuat tempe. Sebelum harga kedelai naik, ia setiap harinya mampu membeli 75 kg .
Terkait kenaikan harga tersebut, puluhan perajin tempe di Desa Pliken yang merupakan sentra tempe di Banyumas meminta pemerintah untuk mengaktifkan kembali subsidi kedelai yang sebelumnya pernah dilakukan dan berhasil menekan harga kedelai. Hal ini perlu dilakukan agar mereka tidak terlalu berat dengan usahanya.
Impor Terlambat
Terpisah Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Banyumas Drs Purwadi, menjelaskan tingginya harga kedelai disebabkan terlambatnya kedatangan impor kedelai dari Amerika. "Naiknya harga kedelai di Banyumas karena impor kedelai dari Amerika terlambat. Sehingga membuat harga naik," ungkap Purwadi. Ia menambahkan sementara produksi kedelai lokal, hingga saat ini belum mampu memenuhi kebutuhan di wilayah Banyumas. Padahal kebutuhan di Banyumas cukup banyak, karena dengan banyaknya perajin tempe dan tahu yang mencapai ratusan.
Produsen Cilacap
Sementara Ketua Primer Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Primkopti Cilacap, Riyat mengemukakan, naiknya harga kedelai dunia dipicu menurunnya produksi pada negara-negara produsen akibat cuaca buruk. Hal ini juga telah berimbas pada labilnya harga di Kabupaten Cilacap. Hampir setiap hari harga kedelai mengalami kenaikan selama dua minggu terakhir. Kondisi tersebut membuat produsen tempe dan tahu setempat menjadi terpukul.
"Di tingkat distributor harga kedelai saat ini sangat bervariasi," ujar Riyat. Untuk kualitas satu harga berkisar Rp 6.000 per kg, kualitas dua Rp 5.500 per kg dan kualitas tiga Rp 5.400 per kg.
Menurutnya, harga kedelai sebesar itu telah membuat para perajin tahu tempe harus berhitung ulang agar tidak mengalami kerugian. Karena dalam situasi seperti sekarang para perajin tahu dan tempe tidak mungkin berani menaikkan harga tahu dan tempenya. Padahal mereka harus pula memperhitungkan kenaikan harga baku.
"Untuk menyiasati paling-paling perajin tahu mengurangi ukuran. Sedang harga jualnya tetap," lanjut Riyat. Sementara untuk perajin tempe melakukan dengan mencampur bahan baku kedelai dengan kualitas yang lebih rendah. Kendati dampak terhadap produksi tempenya menjadi tidak sebagus biasanya karena agak kehitam-hitaman. Namun yang terpenting harga jualnya masih tetap.
Mengurangi Produksi
Dijelaskan, naiknya harga kedelai saat ini memang tidak banyak berpengaruh terhadap kapasitas produksi para perajin tahu dan tempe yang tergabung dalam Primkopti. Karena dari sekitar 300 anggota koperasi itu belum satupun yang mengurangi produksi. "Artinya, jika setiap mereka mengambil kedelai 15 kg, sampai saat ini belum dikurangi," katanya.
Dikatakan, hampir sebagian besar kedelai yang disediakan Primkopti merupakan kedelai impor dari Amerika, Argentina dan Kanada. Harga antara kedelai impor itu tidak terpaut jauh atau hanya beda berkisar Rp 50 per kg. Sebagian besar kedelai impor itu digunakan untuk bahan baku pembuatan tahu, karena masuk kualitas satu. Sedang untuk bahan baku tempe menggunakan kedelai kualitas dua dan tiga. (Mak/Dri/Fsy)-g
Seperti diketahui, pada penutupan perdagangan di bursa CBOT, harga Kedelai berjangka mengalami peningkatan mulai 10 Januari lalu. Peningkatan harga komoditas itu dipicu cuaca buruk mengancam penurunan produksi di Argentina dan Brazil, yang merupakan eksportir Kedelai terbesar setelah AS. Saat itu harga kedelai ditutup pada level harga US$ 1373,2 per bushel atau menguat 15,4 poin. Sedang harga tertinggi untuk penyerahan Januari 2011 berada pada level harga US$ 1385,6 per bushel dan terendah US$ 1359,4 per bushel.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar